Kisah Anak Palestina
Kamis, 01 Desember 2011
Dan Anak-Anak Palestina pun Terkapar
Anak-anak kecil dan bayi adalah hal yang membuat dunia menjadi begitu bersih dan udara menjadi sejuk untuk dihirup. Mereka memberi arti pada sosok ibu di rumah dan membuat langkah ayah menjadi tegap menuju tempat kerja. Tangisan, tawa, teriakan, dan celotehan mereka adalah anugerah yang tak ada bandingannya.
Dalam waktu sebelas hari, Israel dengan telengas sudah mengubah fitrah anak-anak Palestina di Jalur Gaza. Anak-anak dan bayi kehilangan makna, dan dilanda ketakutan amat sangat—itu karena, satu persatu, dalam jangka waktu yang demikian cepat, mereka kehilangan ayah dan ibunya. Lebih memilukan lagi, mereka pun kehilangan nafasnya yang terakhir.
Dalam sejarah peperangan, Islam tak pernah menorehkan catatan jika ada orang tua, perempuan dan anak-anak tersakiti setiap kali tentara Islam maju ke pertempuran. Israel tak mengenal itu. Anak-anak Palestina tetap menjadi sasaran rudal dan peluru mereka…
Ia yang pergi adalah tabungan kelak di akhirat. Tapi Yahudi Israel adalah penjahat kakap di dunia yang tak punya hati dan rasa.
Sebelum kafan menutupimu, wajahmu adalah semangat bagi kami.
Luka di pelipisnya dan hidungnya yang robek akan hilang sakitnya. Tapi ingatan terhadap biadabnya Yahudi akan terus ada sepanjang masa.
Dalam usianya yang masih sangat belia, ia telah menyaksikan begitu banyak darah, luka, kematian dan kehilangan.
Bocah ini kehilangan sebelah muka dan satu telinganya.
Ia sendirian di antara gedung yang akan roboh, sementara dentuman bom menakutkannya. Tak ada ayah atau ibu…
Dengan apa kami ceritakan semua yang kini terjadi pada bumi Palestina? Satu yang pasti, ini semua karena Yahudi durjana.
Para bocah Gaza yang selamat mengiringi prosesi kematian seorang adik kecil temannya.
Di tengah dentuman bom, di antara mesiu dan roket, kami tetap tersenyum untuk tetap terus mengibarkan Palestina dan membela Islam. Kami tak akan pernah menyerah!
(wahdah-jakarta.com)
Kisah Perjuangan Hidup Anak-anak Palestina (2)
Sementara
itu Kesunyian yang lebih menyakitkan mendera para perempuan dan
laki-laki tua. Seolah-olah, semua kenangan seputar paman uthman
merongrong dalam diri setiap diri orang-orang itu ,semua cerita ringan
yang pernah dikisahkan oleh paman abu uthman pada kakum lelaki ramallah
ketika mereka datang dan dudukdikursi pangkas rambutnya. Setiap
kenangan tampaknya telah merasuk sedemikian rupa kedalamhati mereka ,
Sepanjang hidupnya paman abu uthman adalah seorang lelaki yang
lembut dan penuh kasih, ia mempercayai segala hal, tapi kebanyakan hal
lebih mempercayai dirinya sendiri. Ia membangun hidupnya dari nol,
ketika pemberontakan yang terjadi di jabal an nar membuatnya terdampar
di ramallah , ia kehilangan segalanya, iapun memulai lagi dengan awal
yang baru, serupa yang dilakukan oleh setiap tumbuhan yang hidup di
tanah ramallah yang budiman. Abu uthman memenangkan cinta dan restu
masyarakat. Ketika perang palestina yang terakhir dimulai, ia menjual
semua barang miliknya demi membeli sejumlah senjata, yang kemudian
dibagikan kepada kerabat agar mereka bisa bertampur dalam peperangan.
Tokonya berubah menjadi gudang bahan peledak dan gudang persenjataan.
Meskipun demikian ia tidak menerima bayaran atas pengorbanan tersebut,
satu-satunya yang ia minta adalah sebuah kuburan dikomplek pemakaman
ramallah yang indah dan dipeniuhi pepohonan besar. Cuma itu yang
dikehendakinya dari orang-orang.
Hal-hal yang sederhana inilah yang memicu
keheningan. Wajah orang-orang yang bercucuran keringat tampak muram
oleh kenangan-kenangan ini. Aku mendapati ibuku berdiri diantara
mereka sepasang lengannya masih terangkat ke udara. Ia berdiri tegak
seakan-akan hidupnyasudah berhenti dan kelam, tapi matanya tampak
tenang mengikuti arah paman abu uthman. Ibuku terus memandang ke arah
paman abu uthman yang tengah berdiri didepan seorang serdadu yahudi,
berbicara padanya sambil menunjuk kearah tokonya. Berikutnya paman abu
uthman tampak berjalan sendiri menuju tokonya. Sebentar kemudian, ia
kembali dengan membawa handuk putih, yang dipakainya untuk membungkus
jasad istrinya. Ia lalu berjalan kekuburan.
Ketika beberapa menit telah berlalu aku melihat paman abu uthman
muncul dari kejauhan dengan langkah berat lagi lambat. Punggungnya
makin bungkuk kedua lengannya menggantung tak berdaya di kedua sisi
tubuh. Ia bergerak pelan-pelan tidak jauh dariku, berjalan dan terlihat
lebih tua dari sebelumnya. Debu menyelimuti tubuhnya sementara
nafasnya terhela dengan berat. titik-titik darah bercampur debu
terlihat didadanya…. Ketika posisi paman abu uthman langsung
berseberangan denganku , tiba-tiba saja ia menatapku seolah untuk
pertama kalinya, ia berjalan melewatiku yang berdiri di tengah tengah
jalan di bawah matahari juli yang terik, berdebu basah kuyup oleh
keringat. Saat itu kulihat bibirnya terluka dan mengalirkan darah,
sambil bernafas terangah-engah ia terus menatapku. Banyak makna yang
tidak bisa kupahami terbaca dari matanya. Lalu ia meneruskan kembali
perjalanannya dalam diam , kkotor bernafas berat, setelah beberapa
langkah ia berhenti memalinhkan wajahnya kearah jalan,sebelum kemudian
mengangkat kedua lengan menyilangkannya.
Orang-orang tidak bisa memakamkan jasad paman abu uthman sesuai
kehendaknya. Karna waktu itu iapergi kekantor walikota untuk mengakui
apa yang telah ia ketahui, tiba-tiba saja terdengar ledakan dahsyat
yang memusnahkan seluruh bangunan. Sisa-sisa tubuh abu uthman lenyap di
tengah-tengah reruntuhan.
Mereka bercerita pada ibuku, sewaktu ia membawaku menyeberangi perbukitan yordania bahwa ketika paman abu uthman pergi ke tokony sebelum menguburkan sang isteri, ia tidak hanya membawa satu handuk putih saja.
keheningan. Wajah orang-orang yang bercucuran keringat tampak muram
oleh kenangan-kenangan ini. Aku mendapati ibuku berdiri diantara
mereka sepasang lengannya masih terangkat ke udara. Ia berdiri tegak
seakan-akan hidupnyasudah berhenti dan kelam, tapi matanya tampak
tenang mengikuti arah paman abu uthman. Ibuku terus memandang ke arah
paman abu uthman yang tengah berdiri didepan seorang serdadu yahudi,
berbicara padanya sambil menunjuk kearah tokonya. Berikutnya paman abu
uthman tampak berjalan sendiri menuju tokonya. Sebentar kemudian, ia
kembali dengan membawa handuk putih, yang dipakainya untuk membungkus
jasad istrinya. Ia lalu berjalan kekuburan.
Ketika beberapa menit telah berlalu aku melihat paman abu uthman
muncul dari kejauhan dengan langkah berat lagi lambat. Punggungnya
makin bungkuk kedua lengannya menggantung tak berdaya di kedua sisi
tubuh. Ia bergerak pelan-pelan tidak jauh dariku, berjalan dan terlihat
lebih tua dari sebelumnya. Debu menyelimuti tubuhnya sementara
nafasnya terhela dengan berat. titik-titik darah bercampur debu
terlihat didadanya…. Ketika posisi paman abu uthman langsung
berseberangan denganku , tiba-tiba saja ia menatapku seolah untuk
pertama kalinya, ia berjalan melewatiku yang berdiri di tengah tengah
jalan di bawah matahari juli yang terik, berdebu basah kuyup oleh
keringat. Saat itu kulihat bibirnya terluka dan mengalirkan darah,
sambil bernafas terangah-engah ia terus menatapku. Banyak makna yang
tidak bisa kupahami terbaca dari matanya. Lalu ia meneruskan kembali
perjalanannya dalam diam , kkotor bernafas berat, setelah beberapa
langkah ia berhenti memalinhkan wajahnya kearah jalan,sebelum kemudian
mengangkat kedua lengan menyilangkannya.
Orang-orang tidak bisa memakamkan jasad paman abu uthman sesuai
kehendaknya. Karna waktu itu iapergi kekantor walikota untuk mengakui
apa yang telah ia ketahui, tiba-tiba saja terdengar ledakan dahsyat
yang memusnahkan seluruh bangunan. Sisa-sisa tubuh abu uthman lenyap di
tengah-tengah reruntuhan.
Mereka bercerita pada ibuku, sewaktu ia membawaku menyeberangi perbukitan yordania bahwa ketika paman abu uthman pergi ke tokony sebelum menguburkan sang isteri, ia tidak hanya membawa satu handuk putih saja.
Rabu, 30 November 2011
KISAH TRAGIS ANAK ANAK PALESTINA
untuk semuanya |
Kategori: | Lainnya |
KISAH ANAK ANAK PALESTINA
========================
Kisah Sedih dari Jabaliya
====================
diambil dari : http://republika.co.id/koran/0/26154.html
''Oh, Tuhan! Saya tidak pernah melihat pemandangan mengerikan seperti ini,'' kata Abu Aukal, sambil menangis tersedu.
Abu Aukal adalah seorang dokter. Bertugas di bagian gawat darurat, dia telah terbiasa menangani korban terluka maupun tewas akibat agresi Israel di Jalur Gaza, dalam berbagai kondisi. Tapi, tidak untuk yang satu ini. Dia hampir tak memercayai apa yang dilihatnya.
Beberapa hari lalu, di kamp pengungsi Jabaliya, yang terletak di bagian utara Gaza City, tak jauh dari pintu perbatasan Erez, seorang bocah perempuan, Shahd (4 tahun), sedang bermain di halaman belakang rumahnya. Tiba-tiba, tentara Zionis Israel menyerang dan menembak membabi-buta. Bocah gemuk yang lucu itu bersimbah darah.
Melihat anaknya tergeletak di lantai dengan kondisi mengenaskan, kedua orang tuanya buru-buru mengulurkan tangan hendak meraihnya. Tapi, serdadu Israel mengusirnya dengan hujan peluru. Kedua orang tua itu pun meninggalkan tempat itu, sementara anaknya masih tertidur di sana: entah sedang sekarat, entah sudah tewas.
Rupanya tentara Israel yang selalu membawa anjing pelacak saat melakukan serangan darat ke Jalur Gaza, memang punya maksud tertentu dengan tindakannya itu. Jenazah Shahd sengaja dibiarkan tergeletak di halaman terbuka itu untuk (maaf) dijadikan santapan anjing.
''Anjing-anjing itu meninggalkan satu bagian utuh tubuh bayi malang itu,'' kata Abu Aukal, dengan air mata berderai, saat menuturkan cerita tragis itu, seperti dikutip islamonline, kemarin.
''Kami melihat pemandangan memilukan selama 18 hari terakhir (agresi Israel). Kami mengangkat mayat anak-anak yang tercabik atau terbakar. Tapi, tak ada yang seperti ini,'' kata Abu Aukal.
Berhari-hari saudara Shahd, Matar, dan sepupunya, Muhammad, mencoba meraih tubuh gadis itu, tapi sia-sia. Lagi-lagi, tentara pendudukan Israel menggunakan bahasa tembakan untuk mengusir kedua bocah itu.
Tapi, melihat tubuh Shahd yang terus dicabik anjing dari hari ke hari, Matar dan Muhammad tak tahan. Pada hari kelima, keduanya nekat mendekati tubuh Shahd yang masih tersisa untuk membawanya pulang. Belum lagi keduanya meraih tubuh Shahd, tentara Israel menghujani dengan tembakan. Keduanya tewas.
Omran Zayda, tetangga Shahd, menilai tentara Israel sangat mengetahui apa yang mereka lakukan. ''Mereka (tentara Israel--Red) menghalau dan mencegah keluarga yang ingin mengambil mayat (Shahd), karena mengetahui anjing-anjing mereka akan memakannya,'' katanya.
Apa yang terjadi pada Shahd, kata Zayda, tak bisa digambarkan dengan kata-kata, tidak pula rekayasa kamera. ''Anda tidak akan pernah membayangkan apa yang telah dilakukan anjing-anjing itu kepada tubuh anak tak berdosa itu,'' kata pria ini sambil menahan air matanya.
Zayda menambahkan, ''Mereka bukan hanya membunuh anak-anak kami. Mereka juga melakukan tindakan yang sangat keji dan tak berperikemanusiaan.'' Sejumlah orang Palestina meyakini apa yang terjadi pada Shahd bukanlah satu-satunya kasus mengerikan yang dilakukan tentara Israel kepada warga Palestina di Gaza.
Sebelumnya, menimpa keluarga Abu Rabu yang sedang mencoba menguburkan tiga anggota keluarganya yang tewas, ketika tentara Israel secara tiba-tiba mencegah acara penguburan itu dengan berondongan peluru. Saat keluarga yang sedang berduka itu menjauh, tentara Israel melepaskan anjing-anjing pelacaknya ke arah tubuh-tubuh itu. Peristiwa ini juga terjadi di Jabaliya.
''Apa yang terjadi ini sangat mengerikan dan tak terbayangkan,'' kata Saad Abu Rabu, salah satu anggota keluarga itu. ''Anak-anak kami tewas di depan mata kami, tapi kami bahkan dicegah untuk menguburkan mereka. Orang-orang Israel melepaskan anjing-anjing ke arah tubuh-tubuh mereka, seakan yang mereka lakukan belum cukup,'' katanya sambil menangis.
Masih di Jabaliya, harian terkemuka Israel, Haaretz, melaporkan seorang dokter Palestina, dr Issa Salah (28), dibunuh tentara Israel, Senin (12/1), ketika sedang menolong korban serangan Israel. Menurut Mizan--sebuah organisasi kemanusiaan di Gaza--saat itu Issa dan timnya memasuki gedung yang diserang misil Israel.
Issa dan timnya masuk ke gedung itu sambil meminta yang selamat untuk meninggalkan gedung, sementara tim medis itu mencari mereka yang menjadi korban. Tapi, beberapa menit kemudian, sebuah helikopter kembali menembakkan misilnya ke gedung itu. Issa pun tewas. Serangan itu juga menewaskan sejumlah wanita dan anak-anak.
Tewasnya dr Issa membuat jumlah petugas medis yang dibunuh selama agresi Israel di Jalur Gaza menjadi tujuh orang. Selain itu, tiga rumah sakit dan empat klinik kesehatan juga dihancurkan oleh mesin-mesin perang Zionis.
Peristiwa kelam yang terjadi di Gaza memang memilukan. Tak ada lagi sejengkal pun tempat yang aman untuk berlindung dari kebuasan mesin-mesin perang Israel. Bahkan, Israel pun seolah tak lagi mempunyai hati untuk sekadar memberi perlakuan yang baik kepada orang-orang yang telah dibunuhnya.
Apa yang terjadi di Gaza, menurut pejabat senior United Nation Relief and Work Agency, John Ging, merupakan ''tes bagi kemanusiaan kita.''
========================
Kisah Sedih dari Jabaliya
====================
diambil dari : http://republika.co.id/koran/0/26154.html
''Oh, Tuhan! Saya tidak pernah melihat pemandangan mengerikan seperti ini,'' kata Abu Aukal, sambil menangis tersedu.
Abu Aukal adalah seorang dokter. Bertugas di bagian gawat darurat, dia telah terbiasa menangani korban terluka maupun tewas akibat agresi Israel di Jalur Gaza, dalam berbagai kondisi. Tapi, tidak untuk yang satu ini. Dia hampir tak memercayai apa yang dilihatnya.
Beberapa hari lalu, di kamp pengungsi Jabaliya, yang terletak di bagian utara Gaza City, tak jauh dari pintu perbatasan Erez, seorang bocah perempuan, Shahd (4 tahun), sedang bermain di halaman belakang rumahnya. Tiba-tiba, tentara Zionis Israel menyerang dan menembak membabi-buta. Bocah gemuk yang lucu itu bersimbah darah.
Melihat anaknya tergeletak di lantai dengan kondisi mengenaskan, kedua orang tuanya buru-buru mengulurkan tangan hendak meraihnya. Tapi, serdadu Israel mengusirnya dengan hujan peluru. Kedua orang tua itu pun meninggalkan tempat itu, sementara anaknya masih tertidur di sana: entah sedang sekarat, entah sudah tewas.
Rupanya tentara Israel yang selalu membawa anjing pelacak saat melakukan serangan darat ke Jalur Gaza, memang punya maksud tertentu dengan tindakannya itu. Jenazah Shahd sengaja dibiarkan tergeletak di halaman terbuka itu untuk (maaf) dijadikan santapan anjing.
''Anjing-anjing itu meninggalkan satu bagian utuh tubuh bayi malang itu,'' kata Abu Aukal, dengan air mata berderai, saat menuturkan cerita tragis itu, seperti dikutip islamonline, kemarin.
''Kami melihat pemandangan memilukan selama 18 hari terakhir (agresi Israel). Kami mengangkat mayat anak-anak yang tercabik atau terbakar. Tapi, tak ada yang seperti ini,'' kata Abu Aukal.
Berhari-hari saudara Shahd, Matar, dan sepupunya, Muhammad, mencoba meraih tubuh gadis itu, tapi sia-sia. Lagi-lagi, tentara pendudukan Israel menggunakan bahasa tembakan untuk mengusir kedua bocah itu.
Tapi, melihat tubuh Shahd yang terus dicabik anjing dari hari ke hari, Matar dan Muhammad tak tahan. Pada hari kelima, keduanya nekat mendekati tubuh Shahd yang masih tersisa untuk membawanya pulang. Belum lagi keduanya meraih tubuh Shahd, tentara Israel menghujani dengan tembakan. Keduanya tewas.
Omran Zayda, tetangga Shahd, menilai tentara Israel sangat mengetahui apa yang mereka lakukan. ''Mereka (tentara Israel--Red) menghalau dan mencegah keluarga yang ingin mengambil mayat (Shahd), karena mengetahui anjing-anjing mereka akan memakannya,'' katanya.
Apa yang terjadi pada Shahd, kata Zayda, tak bisa digambarkan dengan kata-kata, tidak pula rekayasa kamera. ''Anda tidak akan pernah membayangkan apa yang telah dilakukan anjing-anjing itu kepada tubuh anak tak berdosa itu,'' kata pria ini sambil menahan air matanya.
Zayda menambahkan, ''Mereka bukan hanya membunuh anak-anak kami. Mereka juga melakukan tindakan yang sangat keji dan tak berperikemanusiaan.'' Sejumlah orang Palestina meyakini apa yang terjadi pada Shahd bukanlah satu-satunya kasus mengerikan yang dilakukan tentara Israel kepada warga Palestina di Gaza.
Sebelumnya, menimpa keluarga Abu Rabu yang sedang mencoba menguburkan tiga anggota keluarganya yang tewas, ketika tentara Israel secara tiba-tiba mencegah acara penguburan itu dengan berondongan peluru. Saat keluarga yang sedang berduka itu menjauh, tentara Israel melepaskan anjing-anjing pelacaknya ke arah tubuh-tubuh itu. Peristiwa ini juga terjadi di Jabaliya.
''Apa yang terjadi ini sangat mengerikan dan tak terbayangkan,'' kata Saad Abu Rabu, salah satu anggota keluarga itu. ''Anak-anak kami tewas di depan mata kami, tapi kami bahkan dicegah untuk menguburkan mereka. Orang-orang Israel melepaskan anjing-anjing ke arah tubuh-tubuh mereka, seakan yang mereka lakukan belum cukup,'' katanya sambil menangis.
Masih di Jabaliya, harian terkemuka Israel, Haaretz, melaporkan seorang dokter Palestina, dr Issa Salah (28), dibunuh tentara Israel, Senin (12/1), ketika sedang menolong korban serangan Israel. Menurut Mizan--sebuah organisasi kemanusiaan di Gaza--saat itu Issa dan timnya memasuki gedung yang diserang misil Israel.
Issa dan timnya masuk ke gedung itu sambil meminta yang selamat untuk meninggalkan gedung, sementara tim medis itu mencari mereka yang menjadi korban. Tapi, beberapa menit kemudian, sebuah helikopter kembali menembakkan misilnya ke gedung itu. Issa pun tewas. Serangan itu juga menewaskan sejumlah wanita dan anak-anak.
Tewasnya dr Issa membuat jumlah petugas medis yang dibunuh selama agresi Israel di Jalur Gaza menjadi tujuh orang. Selain itu, tiga rumah sakit dan empat klinik kesehatan juga dihancurkan oleh mesin-mesin perang Zionis.
Peristiwa kelam yang terjadi di Gaza memang memilukan. Tak ada lagi sejengkal pun tempat yang aman untuk berlindung dari kebuasan mesin-mesin perang Israel. Bahkan, Israel pun seolah tak lagi mempunyai hati untuk sekadar memberi perlakuan yang baik kepada orang-orang yang telah dibunuhnya.
Apa yang terjadi di Gaza, menurut pejabat senior United Nation Relief and Work Agency, John Ging, merupakan ''tes bagi kemanusiaan kita.''
Kata kunci: mayat dimakan anjing
Sebelumnya: InternetSelanjutnya : Program
Kisah Perjuangan Anak-Anak Palestina Menjenguk Ayahnya Dipenjara Israel
Bertemu dengan Ayah sangat mahal dan berisiko bagi Anak-anak Palestina yang Ayahnya ditahan dipenjara Israel. Mendapat ijin hanya sekali setiap dua minggu.
Kisah yang menyentuh hati, mengingat penderitaan anak-anak kecil Palestina yang ingin bertemu, melihat dan mengharap belaian kasih sayang dari seorang Ayah, walau hanya dapat melihat dari balik kaca dan cuma dapat bersentuhan ujung jari.
Jinan adalah salah satu anak yang berumur 6 tahun yang saban Senin setiap dua pekan mengunjungi ayahnya Ali Nazal , dipenjara Chattah-Gilboa, Israel. Aktivitas mengunjungi sang ayah sudah dilakukan sejak dua tahun belakangan ini dan bisa jadi merupakan pembesuk paling muda.
Biasanya Jinan pergi sendiri, namun belakangan ia melawat sang ayah bersama kedua adiknya Dania (4) dan Nur (2), mereka bertiga bersiap sejak sebelum fajar. Salam Nazal sang ibu mendandani ketiga putrinya dan tidak ketinggalan bekal makan siang untuk ketiga putri nya tersebut.
Ketiga anak-anak Palestina tersebut tidak paham mengapa sang ayah mendekam dinegara Zionis tersebut, karena itu setiap akan menjenguk Ayahnya, sang kakak Jinan selalu bertanya kepada ibunya, ” Mami…mengapa ayah selalu tidur di Israel ? ” . Salam Nazal punya satu jawaban jitu yang cukup menghibur anak-anaknya, ” Karena disanalah tempat tidur untuk orang-orang Palestina terbaik, dan Ayahmu salah satu diantara mereka. “
Ali Nazal (35) sebelumnya hanya pedagang pakaian dipinngir jalan, meski baru akan diadili, ia sudah mendekam dipenjara Israel selama dua tahun. Ia terancam hukuman 10 tahun jika terbukti memiliki senjata dan menyembunyikan seorang buron. Dakwaan ini sebenarnya sama sekali tidak terbukti karena informasi yang diberikan informan Palestina salah.
Perjalanan dari rumah Jinan di kota Qalqilya, Tepi Barat ke penjara Chattah-Gilboa sebenarnya hanya membutuhkan waktu dua jam, namun karena kota-kota di Tepi Barat telah dikelilingi oleh tembok pemisah yang hanya mimiliki satu pintu keluar masuk, maka waktu perjalanan molor menjadi hingga lima jam.
Sang ibu, Salam Nazal tidak pernah dapat menemani anak-anaknya membesuk sang Ayah, karena ia masuk daftar pengawasan militer Israel tanpa sebab yang jelas. Walau khawatir melepas ketiga putrinya tersebut, namun ia tetap tabah melepas kepergian putrinya yang masih sangat kecil itu. ” Apa yang dapat saya lakukan ? hanya beginilah kesempatan anak-anak melihat ayah mereka, ” ujar Sang Ibu saat mengantar Jinan dan kedua adiknya menaiki bus yang disewa oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC), karena Israel menolak menyediakan transportasi bagi pembessuk, sehingga semua menjadi tanggungan ICRC dan setiap bulan menyediakan bus bagi 20 ribu warga Palestina yang ingin membesuk keluarganya sekaligus mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan.
Meski hanya 45 menit, Jinan dan kedua adiknya Dania dan Nur tetap bersemangat dan bagi si bungsu Nur (2), ini kesempatan pertamnya bertemu sang Ayah karena saat Ali Nazal dipenjara, saat ini Nur masih berumur 6 bulan.
Dengan menggandeng tangan kedua adiknya, Jinan memasuki ruang tunggu. Bertemu dengan ayah mereka walau melalui telepon da terpisah kaca tebal. Lubang kecil yang ada membuat Ali Nazal hanya mampu menyentuh ujung jari ketiga putrinya bergantian.
Kasihan Mereka…Anak-Anak Yang Tidak Berdosa Harus Berjuang Dengan Resiko Hanya Untuk Mendapatkan Kasih Sayang Dari Ayahnya…
Ya… Allah… Tabahkan Dan Kuatkan Mereka…
Amin
Langganan:
Postingan (Atom)